17 April 2015
Comments 0
Category Artikel
17 April 2015, Comments 0

Oleh : Usman Wakimin*

            Kisah ini berawal dari pengalaman nyata seseorang yang merasakan betapa spirit sang bunda mampu mempengaruhi perjalanan hidupnya hingga dewasa saat ini, bahkan mutiara-mutiara yang teruntaikan sang bunda seakan-akan membimbingnya untuk menggapai cita-cita yang telah ditanamkan sejak saat-saat balita.

Di sebuah desa kecil dipinggiran hutan belantara yang waktu itu masih banyak dihuni hewan liar seperti harimau, babi, kijang dan lain-lain,tidak kurang dari 30 kepala keluarga tinggal di desa yang bernama Bancang, mayoritas mata pencaharian penduduk ini adalah dari bercocok tanam musiman (bisa bercocok tanam jika musim hujan tiba), tepatnya di provinsi Jawa Timur. Sekitar tahun 1990 an desa ini belum ada listrik, suasana malam sangat terasa mencekam karena penduduk desa ini jika malam tiba mayoritas pergi ke ladang untuk menjaga tanaman ladangnya dari serangan hewan liar. Tidak banyak anak-anak penduduk desa ini yang bisa menyelesaikan pendidikannya lulus SD apalagi lulus SMP, disamping alasan faktor ekonomi juga karena jarak sekolah yang sangat jauh, untuk dapat sekolah SMP jaraknya tidak kurang dari 20 km, dengan kondisi jalan berlumpur dan berbatu.

Seorang bocah laki-laki datang ke ladang menemui sang ayah untuk meminta didaftarkan sekolah SD, dengan wajah sedih sekaligus berbinar-binar sang ayah mendekati anak ini “nak.. hari ini ayah belum punya uang tapi, besok semoga kita bisa jual ayam agar kamu bisa sekolah…” besok paginya benar sang ayah meminta sang bunda untuk menjual ayam kepada tetangga dan digunakan untuk mendaftar sekolah. Dengan baju seadanya tanpa seragam dan tanpa sepatu sang bocah ini bisa bersekolah. Masa-masa kecil waktunya banyak di gunakan untuk membantu orang tua untuk mengembala kambing dan sapi, sementara kalau sore hari  digunakan untuk belajar di langgar/musholla, untuk bisa menikmati bacaan buku ia membeli  buku buku bekas di pasar yang sudah kusam. Kehidupannya mulai berubah tatkala sang ayah di panggil Allah SWT, kini statusnya sebagai anak yatim, Sang bunda dengan tegar berperan sebagai kepala keluarga. Untuk kelanjutan pendidikan sang anak ini, ia harus bekerja keras sambil bersekolah di SMP sepulang sekolah ia harus buruh mengembalakan sapi dihutan selama tiga tahun dijalaninya pekerjaan itu dengan upah satu ekor anak sapi, selama mengembala 4 tahun sehingga lulus SMP masih harus menambah satu tahun lagi untuk menggenapkan 4 tahun. Biarpun setelah SMP tidak bisa langsung sekolah ia tetap belajar, sambil mengembala dihutan bahkan kesawahpun tidak pernah lepas dari buku. Pernah suatu kali sang kakak pernah mengira anak ini telah gila gara-gara kalau sedang disawah atau mengembala sering bicara sendiri, padahal sebenarnya dia sedang menghafal bacaan.

Singkat cerita sejak itu ia harus berfikir sendiri biaya sekolah selanjutnya, cita-citanya saat itu adalah ingin bisa kuliah meskipun hinaan dan caci maki dari orang-orang sekitarnya begitu melukai hatinya. Semenjak itu ia menetapkan untuk hijrah ke kota dengan ikut bekerja ditempat orang china, yang tidak lama kemudian keluar karena tidak cocok dengan pola hidup mereka yang suka bermain, mabuk-mabukan dan kesehariannya makan daging babi. Setiap kali pulang kedesa sang bunda menangis terharu melihat begitu beratnya beban sang anak ini untuk dapat ingin mewujudkan cita-citanya. Dipenghujung sepertiga malam sang bunda ini bercucuran air mata melihat sambil memijat-mijat sang anak ini ketika tidur kata mutiara yang menghujam kesanubari sang anak adalah pesan bunda “ nak raihlah cita-citamu ibu hanya membantu do’a tidak meminta apa-apa, ibu yakin kamu pasti berhasil nak”. Disepertiga malam menjadi hujan tangis antara sang anak dengan sang bunda, entah berapa kali kata-kata itu diucapkan mungkin puluhan kali bahkan terasa ratusan setiap kali sang anak pulang dari kota. Bahkan sampai detik ini kata-kata itu selalu terngiang di telinganya. di saat-saat sedang bersedih kata-kata itu selalu mengingatkan untuk pantang menyerah bahkan ketika kondisi lemah banyak ujian dan cobaan   kata-kata itu seperti mengingatkan untuk tetap tegar dan terus berjuang dalam hidup ini dan pantang untuk menyerah, dengan berbekal saat itu menjadi guru SD swasta dengan honor 5 ribu perbulan dan menjadi guru les ngaji ia selesaikan kuliah Sarjananya bahkan perjalanan selanjutnya atas izin Allah SWT karena begitu kekuatan itu mampu mempengaruhi hidupnya ia selesaikan pendidikan pascasarjana.

Kisah nyata diatas hendaknya menjadi inspirasi bagi para orang tua khususnya ibu, untuk menanamkan kata-kata motivasi kepada sang anak yang kelak ketika dewasa akan menjadi bekal untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Menjelang detik-detik ujian sekolah saat ini mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA/SMK setiap sekolah memberikan bekal atau motivasi kepada siswa didiknya agar mereka memiliki sikap mental pantang menyerah. Hubungan emosional antara anak dengan sang bunda sesungguhnya mampu membangkitkan semangat juang anak-anak. Anak yang ketika masa kecil memiliki kelekatan hati dengan sang bunda akan lebih mudah dibangkitkan motivasinya daripada anak yang memiliki pengalaman hubungan emosional negatif dengan sang bunda. Kisah diatas menggambarkan bahwa betapa kata-kata motivasi yang positip kemudian masuk kedalam otak bawah sadar anak mampu menggerakkan bahkan membangkitkan semangat anak dikemudian hari. Oleh karenanya buat para bunda jangan remehkan kata-kata mutiara untuk sang buah hati karena sesungguhnya kata-kata itu mampu menundukkan gunung yang tinggi dan samudera yang sangat luas. Kata-kata yang menggugah semangat anak bukanlah kata-kata yang disusun bagaikan menyusun sebuah syair akan tetapi kata yang keluar dari hati sanubari dengan penuh keikhlasan. Wallahu a’lam  *

Leave a Reply

Your email address will not be published.